PASTI Indonesia, Jakarta – Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat, telah usai sejak mei 2022. Kini Papua Barat di pegang oleh Pejabat Gubernur (PJ), istilah Pejabat dalam struktur Pemerintahan Setingkat dengan pelaksana Jabatan ini pernah dipakai pada tahun 1967, dimana kala itu Soeharto menjadi Pejabat Presiden. Namun dalam penentuan PJ Gubernur Papua Barat ini, terkesan lebih pada ” Bumbu Kepentingan”, mengingat kedekatan antara Mendagri dengan PJ Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw. Terkait dengan Pengangkatan PJ Gubernur ini sendiri, Ombudsman RI sendiri menemukan 3 Point Mal Administrasi yang dilakukan oleh Mendagri terkait dengan Penunjukkan dan pengangkatan PJ Gubernur.
Bahkan yang teranyar, Mendagri sendiri dianggap ngawur dan telah melakukan penyalahgunaan wewenang serta menabrak banyak aturan perundang-undangan terkait dengan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 821/5292/SJ yang memberikan wewenang pelaksana tugas (Plt), penjabat (Pj), maupun penjabat sementara (pjs) kepala daerah untuk memutasi hingga memberhentikan ASN tanpa perlu mendapatkan izin dari Kemendagri. Tentu hal ini akan melahirkan Politik Kepentingan bagi Pemangku Jabatan PJ Gubernur, bahkan tidak menutup kemungkinan akan tercipta banyak sekali penyalahgunaan wewenang oleh PJ Gubernur.
PJ Gubenur Papua Barat, Pelaksana Tugas? atau memiliki Kepentingan dan Ambisi lain?
Selaku PJ Gubernur Papua Barat, tentunya kapasitas seorang Paulus Waterpauw yang juga seorang Alumni Akpol 1987 tidak perlu diragukan lagi. Namun yang kemudian menjadi pertanyaan publik saat ini, apakah Paulus Waterpauw selaku PJ Gubernur, murni menjalankan amanah sebagaimana Pengemban Tugas Pejabat Gubernur untuk melakukan perbaikan di Provinsi Papua Barat, mengingat memang selama 5 tahun ini tidak ada perubahan yang signifikan di Papua Barat. Atau memiliki ambisi lain terkait dengan Pilkada Provinsi Papua Barat 2024 serta membawa kepentingan “pesanan”?
Karena jika menelisik rekam jejak digital yang mudah ditemukan, serta berita yang sempat “heboh” di Publik Indonesia, melalui pengakuan daripada Pengacara Lukas Enembe. Ambisi kekuasaan seorang Paulus Waterpauw cukup mengerikan. Jika pada 2017, saat menjabat sebagai Kapolda, melalui lobby Budi Gunawan (Kepala BIN) dan Kapolri saat itu (Mendagri saat ini) Tito Kanarvian, Lukas Enembe (Gubernur Papua saat itu) yang berkunjung ke kediaman Budi Gunawan, di minta untuk “menerima” Paulus Waterpauw sebagai CaWagub pada pilkada Papua 2018. Dengan perhitungan, Pilkada 2018 adalah Pilkada Ke-2 untuk Lukas Enembe, yang dimana setelah Periode kedua kalinya, maka setelah Karpet Merah akan jatuh ke Paulus Waterpauw. Namun takdir politik berkata lain, Lukas Enembe berpasangan dengan Klemens Tinal, dan kembali memenangi Pilkada Papua 2018.
Sepeninggalan almarhum Klemens Tinal, “Ambisi Besar” kembali di luncurkan, kali ini Tito Kanarvian selaku Mendagri dan Bahlil Lahadalia selaku Menteri Investasi, pada tanggal 10 Desember 2021, rela jauh-jauh terbang ke Papua hanya untuk “Melobby” agar Paulus Waterpauw diterima sebagai Wakil Gubernur mengisi posisi kosong yang ditinggalkan oleh almarhum Klemens Tinal. Untuk kedua kalinya, pupus kembali “kisah Wakil Gubernur ini”, mungkin ini juga yang membuat “dendam” Paulus Waterpauw. Jika melihat jejak digital, terkait dengan Kasus Korupsi Lukas Enembe, Paulus Waterpauw termasuk yang paling aktif mengomentari. Padahal kasus Korupsi Lukas Enembe itu ada dan terjadi sejak 2017, yang dimana tentunya selaku Kapolda Papua saat itu,Paulus Waterpauw dapat dengan mudah dapat menindak lanjuti laporan tindak Pidana Korupsi tersebut dan memproses hukum Lukas Enembe. Namun faktanya?
Pelaksana Tugas atau Karpet Merah Untuk Ambisi Lama, atau ada sesuatu yang lebih besar dari itu?
Adalah hak setiap orang jika bermimpi dan berkeinginan untuk menjadi Pemimpin, apalagi sebagai Seorang Anak Negeri Papua, sah saja jika seorang Paulus Waterpauw berkeinginan untuk menjadi Pemimpin Papua Barat dan mengabdi untuk tanah kelahirannya. Namun jika mengkaji pada upaya beberapa tokoh nasional yang sudah dibahas diatas, mulai dari Kepala BIN, Kapolri (yang kini Mendagri), Menteri Investasi, mendorong Paulus Waterpauw maju sebagai Wagub yang kemudian akan menjadi Gubernur. Ada apa? apa urgensinya, dan ada Kepentingan apa dibalik itu?. Apalagi yang teranyar, Tito Kanarvian, yang sejak sebagai Kapolri sudah mengupayakan Paulus Waterpauw diterima sebagai Cawagub Papua, kini sebagai Mendagri, dengan kewenangannya mendorong Paulus Waterpauw sebagai PJ Gubernur Papua Barat. Yang Notabenenya kebijakan terkait pengangkatan Pejabat Gubenur itu sendiri menjadi sorotan nasional dari masyarakat maupun beberapa Lembaga Negara seperti Ombudsman.
Ada Kepentingan Besar apa dibalik ini? jika ini hanyalah sebuah Jalan Karpet Merah mengejar ambisi lama,mungkin dapat kita maklumi, karena setiap individu berhak menggunakan caranya untuk mengapai tujuannya, walau hal ini lebih terkesan “memaksakan dan menghalalkan segala cara” untuk mengejar kekuasaan. Namun jika mengingat Provinsi Papua Barat, kekayaan Tanah Papua Barat sangat menggoda, maka wajar jika PASTI Indonesia dan masyarakat di Papua Barat perlu berpikir kritis akan hal ini. Jangan-jangan ada kepentingan “Investor” dan skema “Eksploitasi” Kekayaan Alam Papua, oleh karena itu segala upaya di dorong untuk meng-goalkan agenda “Pemimpin Papua” yang mudah diatur dan bisa di ajak bekerja sama.
Masyarakat Asli Papua tidak pernah menjual hak kesulungan mereka, tentunya Pemimpin yang dibutuhkan oleh Masyarakat Papua Barat, adalah Pemimpin yang dapat memajukan Papua Barat tanpa harus mengeksploitasi besar-besaran kekayaan alam, karena kekayaan alam itu adalah hak dan warisan untuk generasi papua yang akan datang. (admin)
Catatan PASTI Indonesia terkait rekam jejak Paulus Waterpauw
- 19 Oktober 2011 – 19 Desember 2014, Selaku Wakapolda Papua Barat
- 19 Desember 2014 – 30 Juli 2015, Selaku Kapolda Papua Barat
- 31 Juli 2015 – 18 April 2017, Selaku Kapolda Papua
- 27 September 2019 – 18 Februari 2021, Selaku Kapolda Papua
Pada dekade selaku Wakapolda dan Kapolda Papua Barat, terdapat beberapa kasus korupsi besar yang terjadi di Provinsi Papua Barat, yakni :
- Proyek Pembangunan Bandara Siboru,Fakfak
- Proyek Pembangunan Reklamasi Pantai, Fakfak
- Proyek Pembangunan Kantor Bupati Fakfak
- Proyek Pembangunan Gedung RSUD Fakfak
- Proyek Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Fakfak
- Proyek Pengadaan Sapi di Bomberai (Ranch Bomberai), Fakfak
- Dana alokasi Masyarakat Kampung dan RT se Kabupaten Fakfak
- Dana Hibah dan Panggung Ringging pada Ulang Tahun Fakfak Ke-113
Dengan terlapor Mantan Bupati Fakfak, Mohammad Uswanas dan Bahlil Lahadilia, kini Menteri Investasi,
- Pemalsuan Dokumen Indentitas Diri, Bupati Kaimana saat itu *Matias Mairuma
- Proyek Mangkrak Pembangunan Kantor Bupati Kaimana
- Proyek Pembangunan Dermaga “Goyang” Kaimana
- Proyek Abal-abal pendidikan Fiktif ke jerman, Kaimana
- Eksploitasi Anak 8 suku besar Kaimana, yang berakhir menjadi korban pendidikan Fiktif
Dengan terlapor Bupati Kaimana saat itu, Matias Mairuma.
Faktanya, tidak ada satupun dari Laporan Tindak Pidana Korupsi itu yang di Proses selama yang bersangkutan menjabat sebagai Kapolda Papua Barat. Padahal Notabenenya saat menjabat sebagai Kapolda Papua Barat, Paulus Waterpauw menandatangai nota kesepahaman terkait dengan pemberantasan korupsi di papua barat. (Komitmen BPKP, Kejaksaan dan Kepolisian Tangani Kasus Korupsi di Pabar)
Pada dekade selaku Kapolda Papua, terdapat beberapa kasus korupsi besar yang terjadi di Provinsi Papua, yakni :
- Kasus Korupsi Mamberamo Raya Tahun Anggaran 2011 sd 2013, Terlapor Almarhum Demianus Kyeuw-Kyeuw dilaporkan sejak 2015. Baru di Proses oleh Boy Rafli Amar pada saat menjabat Kapolda Papua (Tumbal : Thomas Ae Ondy)
- Kasus Korupsi Bupati Puncak, Willem Wandik, meliputi : Dana Bansos 2013 serta Korupsi pembelian Pesawat pada 2015. Dilaporkan pada 2016, Paulus Waterpauw selaku Kapolda menyatakan segera membentuk tim khusus untuk mengusut dua kasus dugaan korupsi bernilai ratusan miliar di Kabupaten Puncak. Faktanya sampai detik ini, kasus tidak jelas. Polisi Bentuk Tim Usut Dugaan Korupsi Rp 179 Miliar di Kabupaten Puncak
- Gratifikasi Gubernur Papua – Terlapor :Lukas enembe
- Penyalahgunaan Anggaran Pendidikan, Korupsi Beasiswa, APBD Tahun 2016 – Terlapor : Lukas Enembe, ditangani oleh Polda Papua namun sampai detik ini tidak jelas. (Kasus Korupsi Beasiswa, Gubernur Papua Mangkir Panggilan Polisi )
- Kasus Pelecahan Seksual oleh Ricky Ham Pagawak, Bupati Memberamo Tengah. Kasus hanya selesai di Sprindik di Polda Papua.
- Kasus Gratifikasi Ricky Ham Pagawak
Mungkin terdapat segudang pengaduan masyarakat yang masuk ke Polda Papua Barat dan Polda Papua, semasa yang bersangkutan menjabat sebagai Kapolda, namun PASTI Indonesia hanya mencatat sejumlah kasus yang memang di Investigasi dan di laporkan oleh PASTI Indonesia atau di ikuti dengan baik oleh PASTI Indonesia.
Dan rekam jejak yang terbaru terkait Paulus Waterpauw selama menjabat sebagai Kapolda, adalah pada medio mei 2020, dimana tampak mesra dengan Bupati Kaimana yang juga terlapor skandal Mega Korupsi Kaimana, Matias Mairuma, serta Bupati Fakfak, Mohammad Uswanas yang juga terlapor skandal Mega Korupsi kabupaten Fakfak, pada saat mengunjungi kedua tempat tersebut.
Sebagaimana kebiasan baru PJ Gubenur Papua Barat, Paulus Waterpauw yang hobi dengan Somasi. Tentunya PASTI Indonesia sudah sangat siap dengan Somasi terkait dengan catatan yang diberikan PASTI Indonesia.