PASTI Indonesia, Jakarta – Tahun Politik 2024 seolah menjadi Tahun Persimpangan Jalan Masa Depan Papua, tatkala Generasi Muda Papua terus berjuang untuk eksistensi Hak Orang Asli Papua. Namun Elit di Pusat maupun di Daerah sibuk menjual “Papua”, dan “Papua” seakan dibuat tidak berdaya. Orang Asli Papua tidak pernah menjual Hak Kesulungan, karena menjadi Orang Asli Papua adalah Anugerah Terindah dari Tuhan Yang Maha Esa. Papua Tanah Subur Nan Kaya, namun “Kehidupan” Orang Asli Papua seolah hanya dibuat sebagai “Konsumsi” Kepentingan. Dan Trend “Papua Jual Papua” semakin Nyata.
Ada Apa dengan MRP-Papua Barat Daya dan MRP-Papua Barat?!
MRP yang notabenenya adalah Produk OTSUS untuk melindungi HAK Orang Asli Papua, dan menjadi Lembaga Kultural. Namun entah apa yang yang terjadi dengan MRP-Papua Barat Daya serta MRP-Papua Barat, kedua lembaga tersebut seolah bertolak belakang dan tampil sebagai Lembaga “Politik”, yang memperjual-belikan HAK Kesulungan Orang Asli Papua.
MRP-Papua Barat Daya, Masih Kriteria OAP namun di Nyatakan sebagai Non-OAP
Di Provinsi Papua Barat Daya, MRP-Papua Barat Daya, pada 2024 justru memutuskan Abdul Faris Umlati (AFU) yang notabenenya masih masuk kedalam kriteria OAP sebagaimana Otsus 2001 serta PERDASUS Provinsi Papua Barat No. 4 Tahun 2023, sebagai NON-OAP. Padahal Pada 2014 lalu, MRP-Papua Barat (Pada saat itu belum Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya) telah menyatakan Abdul Faris Umlati (AFU) sebagai OAP.
Hal ini diperkuat juga dengan LMA Malamoi yang mempertegas bahwa Abdul Faris Umlati (AFU) adalah OAP keturunan Sanoy. Yang dimana meminta Verifikasi Faktual kembali di lakukan oleh MRP-Papua Barat Daya terkait Status Abdul Faris Ulmati (AFU), yang sebelumnya dalam melakukan Verifikasi Faktual, MRP-Papua Barat Daya tidak melibatkan LMA Malamoi dimana Abdul Faris Ulmati (AFU) adalah Keturunan Suku Moi Maya yang lahir dari Rahim Perempuan Asli Papua dimana Nenek dari Abdul Faris Ulmati adalah Perempuan Asli Suku Moi Maya, Raja Ampat. Dan dalam Kriteria sebagaimana UU OTSUS dan PERDASUS Provinsi Papua Barat No. 4 Tahun 2023 , Abdul Faris Ulmati masih tergolong Orang Asli Papua (OAP).
MRP-Papua Barat, Non OAP tidak berdarah Papua sama sekali, di Nyatakan sebagai OAP
Berbanding terbalik dengan MRP-Papua Barat Daya, MRP-Papua Barat justru mensahkan Non-OAP sebagai Orang Asli Papua. Mohamad Lakotani yang notabenenya hanya berstatus “Anak Piara” tanpa memiliki Darah Papua ataupun Keturunan Papua, di nyatakan SAH sebagai Orang Asli Papua. Padahal Kriteria Orang Asli Papua sesuai dengan PERDASUS Provinsi Papua Barat No. 4 Tahun 2023 sudah sangat jelas, kecuali hari ini di Tanah Papua Barat sudah tidak ada lagi Orang Asli Papua yang lebih berhak, maka Mohamad Lakotani selaku “Anak Piara” boleh mengklaim dirinya sebagai Mewakili Orang Asli Papua.
MRP-Papua Barat, Loloskan Mohamad Lakotani, Dewat Adat Mairasi Nyatakan Sikap!
- Dewan Adat Suku Besar Mairasi Menyatakan Bahwa Marga Sirua dan Lakotani Bukan Orang Asli Mairasi
- Bahkan Dewan Adat Suku Besar Mairasi Mempertegas dengan Keterangan Silsilah Pada Tanggal 07 September 2024
Pada Tahun 2017, memang benar Mohamad Lakotani memiliki “Surat Sakti” yang menyatakan bahwa dirinya adalah Orang Asli Papua, sehingga yang bersangkutan dapat maju sebagai Wakil Gubernur Papua Barat Periode 2017-2022. Dan hal itu telah dijelaskan oleh Dewan Adat Suku Besar Mairasi, bahwa itu adalah “Perbuatan Oknum” yang mengatasnamakan Dewan Adat Suku Besar Mairasi.
Dalam Hukum Islam sendiri,mengakui nasab orang lain sebagai Nasabnya adalah perbuatan HARAM.
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنِ ادَّعَى نَسَبًالَا يَعْرِفُ كَفَرَبِاللَّهِ وَمَنِ اتْتَفَى مِنْ نَسَبٍ وَاِنْ دَقَّ كَفَرَبِاللَّهِ.
Rasulullah ﷺ bersabda : Barangsiapa mengaku-ngaku nasab (keturunan) yang dia sendiri tidak mengetahuinya, maka jadi kafirlah ia kepada Allah. Dan barangsiapa mengingkari nasab walaupun samar nasab itu, maka kafirlah ia kepada Allah.” (HR. Thabarani)
Persimpangan Jalan, Politik Papua Jual Papua!
- MRP-Papua Barat Daya dan Papua Barat Harus sebagai Lembaga Kultural bukan Lembaga Politik apalagi Lembaga Jual Beli!
Jika di Papua Barat Daya, MRP-nya me-Non-OAP-Kan, Abdul Faris Umlati yang masih masuk Kriteria OAP, walau LMA Malamoi menyatakan dengan jelas bahwa yang bersangkutan adalah keturunan Perempuan Suku Moi Maya. Maka di Papua Barat, MRP-nya justru me-OAP-Kan, Mohamad Lakotani yang sama sekali tidak memiliki “Darah” dan Keturunan Papua, walau Dewan Adat Suku Besar Mairasi sudah menyatakan dengan jelas bahwa Marga Lakotani dan Sirua bukan Orang Asli Mairasi.
Pemandangan yang sangat Kontras, dimana yang satu Haknya direbut dan yang satu lagi diberikan apa yang bukan Haknya. Seolah memberikan gambaran nyata pada Publik, bahwa Politik Papua jual Papua adalah benar adanya. Jika hal semacam ini di biarkan, mungkin 5 atau 10 Tahun kedepan, Bahlil Lahadalia juga dapat maju sebagai Calon Gubernur Papua, atau Anaknya juga dapat maju di Pilkada Bupati Kabupaten Fakfak. Toh saat ini saja seorang Bahlil Lahadalia yang notabene Orang Asli Pulau Banda, dan masuk ke Fakfak sebagai pengungsi Erupsi Gunung Api Banda, selalu mengklaim diri dari Papua dan seolah mencitrakan dirinya adalah Orang Papua.
Oleh karena itu MRP-Papua Barat Daya dan Papua Barat harus Transparans dan Jujur kepada Masyarakat Asli Papua, mulai dari Proses Verifikasi Faktual hingga Proses Penetapan! Lembaga Masyarakat Adat (LMA) harus di libatkan, Tokoh-Tokoh Adat harus di Libatkan. Karena Masyarakat harus mengetahui dengan jelas Calon Pemimpin Mereka, bukan seperti “Membeli Kucing dalam Karung”. Fungsi MRP sebagai Lembaga Kultural harus dikembalikan, supaya tidak di-manfaatkan oleh Oknum-Oknum Nakal yang bersembunyi dibalik nama MRP untuk kepentingan Politik Pribadi.
- Jika dahulu Papua, di “Monyetkan” dengan Kata-Kata, Kini dengan Tindakan Nyata, Terstruktur dan Masif!
Jika beberapa waktu lalu, pernyataan Rasis selalu dilontarkan terhadap Orang Asli Papua. Maka kini Tindakan Nyata yang justru di Praktikkan, secara Terstruktur dan Masif! Dengan Praktik Politik Papua Jual Papua, maka Orang Asli Papua semakin kehilangan Haknya di Tanah mereka sendiri. Mulai dari “Kekayaan Alam” yang ditelah di Kuasai, “Kekuasaan Ekonomi” yang telah di Kuasai, bahkan kini Hak “POLITIK” Orang Asli Papua juga ingin di Kuasai!. Jika dibiarkan, lambat laun hak Hidup Orang Asli Papua juga ter-rampas! dimana Hutan Sagu saja telah mulai berubah menjadi Hutan Sawit!
Pemandangan di Kota-Kota Besar, dapat kita saksikan bersama “Ekonomi” Papua milik siapa? apakah milik Orang Asli Papua?. OTSUS saja yang bernama OTSUS Papua namun Faktanya Sendiri, Papua Punya Kekayaaan namun Jakarta yang punya Kuasa.
KPUD Provinsi harus ingat, KPU adalah Penyelenggara, Bukan Pemain!
KPUD Provinsi sendiri dalam hal ini harus memahami Tupoksinya, bahwa KPUD adalah Penyelenggara bukan berstatus sebagai Pemain, oleh karena itu terkait dengan “Status” Orang Asli Papua, KPUD harus Transparans dalam melakukan Verifikasi Faktual.
- KPUD Provinsi Papua Barat Daya
KPUD Provinsi Papua Barat Daya sendiri dalam “Pengumuman Masukan dan Tanggapan Masyarakat” terkait para Kandidat Pilkada Gubernur Papua Barat Daya yang terbit pada tanggal 14 September 2014, secara transparan menyertakan :
-
Pengakuan Lembaga Masyarakat Adat Ambel Waigeo Raja Ampat dan Lembaga Adat Suku Kuri dan Pemberian Marga Trorba Kabupaten Teluk Bintuni, sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
-
KPU Provinsi Papua Barat Daya bersama Pihak Terkait akan melaksanakan Penelusuran, Pendalaman dan Verifikasi Faktual terhadap Pengakuan Lembaga Masyarakat Adat Ambel Waigeo Raja Ampat dan Keputusan MRP PBD Nomor 10/MRP.PBD/2-2024 tentang pemberian Pertimbangan dan Persetujuan terhadap Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya yang Memenuhi Syarat Orang Asli Papua guna mendapatkan data dan informasi untuk keperluan Penetapan Calon pada tanggal 22 September 2024.
- Formulir Model Tanggapan Masyarakat.KWK
- KPUD Provinsi Papua Barat
Walau sama-sama mengeluarkan “Pengumuman Masukan dan Tanggapan Masyarakat” terkait Kandidat Pilkada Gubernur Papua Barat yang terbit pada tanggal 14 September 2014, KPUD Provinsi Papua Barat sama sekali tidak menyertakan :
-
Surat Pernyataan dari Dewan Adat Suku Besar Mairasi yang menyatakan bahwa marga Lakotani dan Sirua bukan Orang Asli Mairasi, dalam hal ini KPUD Provinsi Papua Barat bukan lagi tampil sebagai Penyelenggara namun tampil sebagai Pemain dan secara TEGAS telah mengecilkan Dewan Adat Suku Besar Mairasi. Yang Notabenenya Surat Pernyataan dari Dewan Adat Suku Besar Mairasi tertanggal 06 dan 07 September 2024, dan Surat “Pengumuman Masukan dan Tanggapan Masyarakat” KPUD Provinsi Papua Barat baru terbit tanggal 14 September 2024.
-
KPU Provinsi Papua Barat sendiri tidak menyatakan bahwa akan melaksanakan Penelusuran, Pendalaman dan Verifikasi Faktual terhadap Pengakuan Dewan Adat Suku Besar Mairasi dan Keputusan MRP PB tentang pemberian Pertimbangan dan Persetujuan terhadap Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat yang Memenuhi Syarat Orang Asli Papua guna mendapatkan data dan informasi untuk keperluan Penetapan Calon pada tanggal 22 September 2024.
- Tidak menyertakan Formulir Model Tanggapan Masyarakat.KWK bahkan dapat dipastikan sebagian besar Masyarakat di Papua Barat tidak mengetahui adanya “Pengumuman Masukan dan Tanggapan Masyarakat” KPUD Provinsi Papua Barat.
PASTI Indonesia sendiri telah melakukan Investigasi terkait Fenomena “Papua Jual Papua” di MRP-Papua Barat ini, dan segara menyurati Mendagri serta PJ Gubernur Papua Barat agar dapat “meminta” Transparansi MRP-Papua Barat terkait dengan Penetapan Mohamad Lakotani sebagai Orang Asli Papua. Dan terkait KPUD Provinsi Papua Barat Daya dan Papua Barat, Rabu ini PASTI Indonesia akan memasukkan Laporan ke KPU RI dan terkhusus KPUD Provinsi Papua Barat, PASTI Indonesia akan Laporkan ke DKPP. (admin)