PASTI Indonesia, Jakarta – Agak laen memang paslon Maxsi Ahoren dengan Imam Syafi’i, yang mengusung Akronim MANIS. Pilkada adalah ajang memilih Pemimpin Daerah (Kepala Daerah), namun seolah dibuat “sepele”, terkait Persyaratan Umum saja hanya mengandalkan Surat Keterangan Hilang Tahun 2015. Pertanyaannya, Maxsi Ahoren ini mau maju sebagai Kepala Daerah atau Daftar Badut?! Kalau Daftar Badut jelas, persyaratan umum tidak penting, yang penting hanya bisa “Lucu” saja.
Mantan Ketua MRP-PB, Kok dangkal sekali pengetahuannya?
Sebagai Mantan Ketua MRP Papua Barat, Maxsi Ahoren seharusnya mengetahui, bahwa Surat Keterangan Hilang itu hanya berlaku sementara! dan setelah itu harus di urus!. Seperti contoh kehilangan BPKB Kendaraan, dibuatkan Surat Keterangan Hilang, kemudian ya di urus BPKBnya, bukan bearti setelah memiliki Surat Keterangan Hilang, kendaraan tersebut sah memiliki BPKB.
Setelah dibuatkan Surat Keterangan Hilang, langsung hubungin Sekolah yang bersangkutan untuk diterbitkan Raport dan Ijasah Pengganti yang bernama Surat Keterangan Penganti Ijazah (SKPI). Atau jika Sekolah tersebut sudah tidak ada, bisa langsung ke Dinas Pendidikan Setempat. Masa hal sepele begitu harus di-ajarkan. Mau jadi seperti apa nanti sebuah Kabupaten, jika calon pemimpinnya saja tidak memiliki Pengetahuan sederhana seperti ini.
Maxsi Ahoren, Buat SK Penerima Hibah Kejar Tayang saja bisa! Masa Urus SKPI tidak mampu!
Dalam temuan LHP-BPK Provinsi Papua Barat 2022 selama di kepalai oleh Maxsi Ahoren, Jelas terpampang temuan ketidaksesuaian pemberian hibah yang seharusnya diberikan kepada Lembaga Sosial Budaya dan Kemasyarakatan. Dan yang luar biasa, tanggal pengajuan proposal tersebut tercatat tanggal 10, 16 dan 20 Desember 2021, kemudian pada tanggal 21 Desember 2021nya langsung keluar SK Penetapan Penerima Hibah.
Dan Pencairan Dana sebesar Rp.1.000.000.000 terbilang satu milyar rupiah dari Kasda namun TU Nihil Kegiatan dan pertanggung jawaban di tutup dengan “Hibah”, yang dimana Pencairan itu sendiri dilakukan sehari sebelum adanya penetapan penerima Hibah! Luar biasa, selain menabrak aturan hukum! jelas ini adalah “permainan” dimana penerima hibah sendiri diberikan secara Tunai tanpa ada lembar pertanggung-jawaban.
Jika untuk Tindak Pidana Korupsi, Maxsi Ahoren mampu bergerak cepat melakukan pencairan bahkan sebelum adanya Penetapan Penerima Hibah. Namun untuk urus Surat Keterangan Penganti Ijazah (SKPI) dari Tahun 2015 hingga saat ini, tidak mampu! Betapa BODOHnya!.
KPUD Kabupaten Manokwari Selatan Harus Tegas Dalam Melakukan Verifikasi Data dan Bawaslu Harus Serius Menanggapi Persoalan ini!
KPUD Kabupaten Manokwari selatan, harus serius dan tegas dalam melakukan verifikasi data para Paslon. Pasalnya Surat Keterangan Kehilangan itu sudah sejak 2015, dan jika yang bersangkutan betul kehilangan, maka jelas yang bersangkutan dapat mengurus SKPI (Surat Keterangan Penganti Ijazah) di Sekolah Awal atau di Dinas Pendidikan Setempat apabila sekolah tersebut telah tutup. Jangan sampai masyarakat dibodohi, dengan Ijazah Palsu atau tidak memiliki Ijazah namun mengakui memiliki Ijazah namun hilang. Surat Keterangan Kehilangan hanya menjelaskan sebuah Peristiwa, itu bukan surat Penganti Ijasah!
Pilkada Manokwari Selatan adalah Pesta Demokrasi Rakyat untuk memperoleh Pemimpin yang Mempuni, Kompeten dan Amanah, bukan tempat ajang para Badut berebut Kekuasaan. Sehingga Model Surat Keterangan Kehilangan saja dapat dianggap sebagai Surat Penganti Ijazah (Lex)