PASTI Indonesia – Usia ke-76 Tahun, jika pada seorang Manusia, maka itu sudah memasuki usia seorang kakek,dengan lika-liku perjalanan yang panjang dan goresan tinta kehidupan. Demikian Pula halnya dengan Institusi Kepolisian Republik Indonesia, yang telah melewati lika-liku perjalanan bangsa ini mulai dari merdeka, hingga detik ini. Mulai dari menjadi bagian daripada ABRI hingga Fase Reformasi yang menjadikan POLRI mandiri dibawah Presiden RI.
Tentunya setiap era selalu berbeda tantangannya, namun paskah Reformasi hingga Indonesia memasuki jaman Teknologi 4.0 dan keterbukaan Informasi seperti sekarang ini, Insitusi Kepolisian tentu terus berbenah diri mulai dari perbaikan pelayanan terhadap masyarakat, POLRI yang mengayomi hingga POLRI yang Humanis.
Di usia yang ke-76 ini, dibawah Komando Jenderal Polisi, Listyo Sigit Prabowo yang merupakan lulusan Akpol 91 atau yang lebih dikenal sebagai Bharadaksa 91. Perbaikan POLRI mulai menuju arah yang lebih baik, melalui “PRESISI” mulai dirasakan masyarakat. Berbagai kasus-kasus sorotan dengan cepat di respon,anggota-anggota yang diketahui melakukan penyimpangan dari pada tugas dan fungsi POLRI langsung ditindak. Bahkan yang teranyar POLRI dengan berani mengelar mural kritik untuk POLRI.
Tindakan dan semangat luar biasa Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk perbaikan citra dan kinerja POLRI ini sayangnya tidak di imbangi dan ikuti baik oleh sebagian besar anggota POLRI. Maka tidak heran, masih banyak kita temukan “Bau Terasi” di Institusi POLRI ini. Bahkan jika dahulu, sebutan “Oknum” itu hanya disematkan bagi mereka segelintir yang bermasalah! Namun tampaknya saat ini sebutan Oknum lebih Pantas diberikan kepada para Anggota POLRI yang “Lurus dan Bersih”. Oknum Polisi Baik. Karena jika kita kalkulasikan dari jumlah anggota POLRI, mungkin tidak sampai 10 persen saja yang mengambarkan Wajah POLRI yang seharusnya. Mungkin selama 76 Tahun usia Polri, tidak sampai 76 Anggota POLRI yang menyerupai Jenderal Pol “Hoegeng”.
Pesan Jenderal Hoegeng adalah Wajah POLRI Seutuhnya.
“Selesaikan Tugas dengan Kejujuran, Kita masih bisa makan nasi dengan Garam”, itulah kata-kata Jenderal Pol Hoegeng yang melegenda, bahkan almarhum Gus Dur selaku Presiden RI ke-4 sempat mengelurkan Anekdot Polisi, bahwa Polisi bersih itu hanya ada 3 : “Hoegeng, Patung Polisi dan Polisi Tidur”.
Tentu di era sekarang ini, kita juga tidak berharap Anggota POLRI Republik ini masih ada yang makan hanya menggunakan Nasi dan Garam, namun pesan yang paling utama dari Jenderal Hoegeng itu adalah Kejujuran, karena Institusi POLRI merupakan pengayom Masyarakat serta sebagai Penegak Hukum yang dimana tentunya Hukum itu tidak boleh Tajam kebawah namun tumpul ke atas.
Insitusi POLRI masih tercoreng dengan Bau Terasi
Tatkala Jenderal Pol Listyo selaku Kapolri berjibaku dengan PRESISI guna menciptakan POLRI yang berprestasi, mayoritas anggota masih nyaman dengan aBAU TERASI,
Sebagaimana Terasi, bau jika tercium namun nikmat jika disantap, itu mungkin gambaran yang pas, bagi para anggota POLRI yang nyaman dengan Skandal Permainan “Penegakkan Hukum”. Jika dulu gambaran-nya adalah “hilang Sapi, melapor jadi hilang kerbau”, namun kini gambaran tersebut sudah tidak pas. Sekarang ini Pelapor tidak “kehilangan” apa-apa, namun Proses penegakan hukum-nya itu yang “Hilang”. Belum lagi ditambah dengan Polisi “Pencitraan” yang tampil di Acara Media Televisi, namun melakukan tindakan over-acting yang justru mencoreng Institusi POLRI seolah POLRI itu Arogan.
Dalam catatan dan temuan PASTI Indonesia sendiri, sejak 2011 hingga kini, mayoritas kasus Korupsi yang dilaporkan kepada Institusi Polri, “hilang” proses penanganan-nya, seperti kasus pengrusakan Cagar Alam yang merupakan habitat asli Cenderawasih di Kabupaten Fakfak, Penyidik yang “bertemu” dengan keluarga terlapor kasus Gratifikasi pada saat penyelidikan kasus, hingga yang teranyar saat ini adalah anggota POLRI dari Polda Papua Barat yang sibuk menjadi Jubir dalam klarifikasi Laporan kasus skandal Korupsi Bupati Kabupaten Fakfak, Untung Tamsil. Maka tidak heran juga sampai saat ini Prosesnya “LENYAP dalam Senyap”.
Jika ingin dibuka secara terang berang, mulai dari Papua hingga Papua Barat, banyak sekali temuan skandal yang dilakukan oleh anggota Kepolisian, mulai dari pengamanan peredaran Togel, Miras,permainan BBM Selundupan, penjualan barang bukti sirip hiu dan kayu sitaan ilegal logging, hingga pengamanan Kasus Korupsi. Semua skandal tersebut diatas, tidak lebih dari BAU TERASI yang membuat CITRA POLRI PRESISI tercoreng. Mungkin mayoritas lebih terobsesi pada Labora Sitorus daripada Jenderal Pol Hoegeng,
Semoga menjadi ingatan bersama, bahwa Kemerdekaan Indonesia itu diperjuangkan dengan darah dan air mata, dan Darah itu Merah bukan Buku itu Merah. Dirgahayu POLRI ke-76, Salam PRESISI dan Tindak Tegas anggota POLRI yang berpilaku BAU TERASI. (lex)