PASTI Indonesia, Jakarta – Beberapa waktu lalu, tepatnya akhir November 2022, Musyawarah Daerah (Musda) Gerakan Pramuka Provinsi Papua Barat Ke-IV telah usai dilaksanakan, dan telah terpilih Ketua Kwartir Daerah (Ka Kwarda) yang baru. Yakni Lazarus Indouw terpilih sebagai Ka Kwarda Gerakan Pramuka Provinsi Papua Barat untuk masa bakti 2022 – 2027 menggantikan Mohammad Lakotani (MOLA).
Namun sepertinya “Post Power Syndrome” menghampiri Mohammad Lakotani (MOLA), seolah tidak dapat meneriima kondisi, karena harus menganggur dari Jabatan Publik setelah usai masa jabatan sebagai Wagub Papua Barat, kini harus kehilangan status sebagai Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat. Post Power Syndrome yang dialami Mohammad Lakotani bukan tanpa alasan, karena dalam rekam jejak yang bersangkutan pernah gagal sebagai pejabat publik, yakni gagal sebagai Wakil Bupati dalam Pilkada Kaimana dan kini baru sekali-sekalinya merasakan “rasa-nya” menjadi pejabat Publik (Wagub Papua Barat), sudah harus kembali menganggur! Sakitnya Tuh Di Sini!
Jika hanya sebatas Post Power syndrome mungkin masih dapat dimaklumi, namun ternyata hal lain terungkap, dalam temuan PASTI Indonesia terkait dengan “Pergerakan” MOLA ini, khususnya “gerakan menggugat Hasil Musda Kwarda Papua Barat Ke-IV”, dengan menggunakan “orang-orangnya” yakni para pejabat daerah dalam lingkup kabupaten di Papua Barat. Jelas ini bukanlah sebuah Post Power Syndrome”, tapi terdapat kepentingan lain dibalik itu semua!
PASTI Indonesia : Kepentingan Jabatan Publik untuk Kepentingan Politik 2024 dan Pemerkaran Provinsi Papua Barat Tengah.
Jabatan Publik yang strategis, seperti Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat yang memiliki basis massa pemilih muda, tentu sangat menjanjikan bagi seorang yang memiliki kepentingan Pilkada, dan hal ini sangat dibutuhkan oleh MOLA, untuk menjadikan jabatan publik itu sebagai Bargaining power mendekati Pejabat Daerah Lokal seperti para kepala daerah, serta para pejabat pusat! dan Fatalnya hal semacam ini pernah dilakukan MOLA semasa menjabat Ka Kwarda Pramuka Papua Barat, dimana pada 2019, seorang Berstatus Narapidana dan mash menjalankan hukuman di lapas, diangkat dan dilantik sebagai Ketua Cabang Gerakan Pramuka Teluk Bintuni!
Tidak tanggung-tanggung, kini Ketua Cabang yang masih berstatus sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut juga turut di ikut sertakan untuk “gerakan menggugat Musda Kwarda Ke-IV Gerakan Pramuka Papua Barat“, hebat bukan?!
Agenda Pemekaran Papua Barat Tengah, yang kini digaungkan oleh Beberapa Kepala Daerah di Papua Barat, Khususya Fakfak, Kaimana,Bintuni juga tergabung dalam “gerakan MOLA menggugat Musda”, yakni Wakil Bupati Kaimana (terlapor Gratifikasi), Bupati Teluk Bintuni (terlapor Skandal Korupsi), dan Wakil Bupati Kaimana (terkait Kepatutan /perbuatan tercela terkait asusila). Hal ini wajar jika dikaitkan dengan MOLA, karena beberapa temuan PASTI Indonesia, terdapat indikasi berupa “permainan nakal” guna menghambat proses penegakkan hukum terhadap para terlapor, yang dilakukan oleh MOLA selama menjabat sebagai Wakil Gubernur Papua Barat. Contohnya pada Kasus Korupsi Perikanan Kabupaten Fakfak, dengan terlapor Bupati Fakfak, Untung Tamsil. Dimana tampak jelas, MOLA sangat aktif “melobby”, diantaranya dengan menarik masuk terlapor kasus korupsi Kabupaten Fakfak ini, ke Partai Gerindra dan di pertemukan dengan Prabowo melalui Ali Hamdan Bogra.
PASTI Indonesia : MOLA LUPA LEGOWO, AMBISIUS dan Tidak BERCERMIN
Jika kita melihat Prabowo yang telah dua kali kalah dalam Pilpres, namun sangat legowo dalam menerima hasil akhir, tampaknya hal ini tidak berlaku untuk MOLA, Jika prabowo memilih “demi Indonesia” bersama membangun Negeri, maka melihat tindakan MOLA akan jelas tampak seperti “membangun Koloni” bukan memperbaiki negeri! Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta, selama menjabat sebagai Wakil Gubernur Papua Barat, hal apa yang telah dia lakukan untuk Masyarakat khususnya di Papua Barat! Pembangunan SDM? Pembangunan Ekonomi Lokal?
AMBISI Besar namun tidak BERCERMIN
Sangat wajar bagi siapapun ingin memiliki ambisi besar dan mewujudkan amabisi tersebut, namun semua itu harus diperlihatkan dengan Fakta bukan hanya sebatas “ingin dan menjadi”, contoh paling kongkrit adalah, selama menjabat sebagai ketua DPD Gerindra Papua Barat, berapa kader Gerindra yang masuk dalam Parlemen di Papua Barat dan berapa penambahan suara Gerindra? Bisa di jawab?
Selama menjabat sebagai Ketua Kwarda Pramuka Papua Barat, apa yang sudah dilakukan untuk pembinaan generasi muda? apalagi kita ketahui bersama Gerakan Pramuka adalah gerakan pembangunan Karakter dan itu sangat dibutuhkan oleh generasi muda Papua.
Atas hal tersebut apakah sudah bercermin? dan yang paling fatal adalah MOLA sebagai seorang Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Papua Barat saat itu, bagaimana pertanggung jawabannya? sehingga seorang berstatus Narapidana/Warga Binaan Pemasyarakatan dapat menjabat sebagai Ketua Cabang (Kwarcab) Gerakan Pramuka! Dan bagaimana bisa dengan teganya, seorang sekelas Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, “ditipu” hingga melantik Narapidana sebagai seorang Ketua Cabang Gerakan Pramuka di Teluk Bintuni!
Pasti Indonesia sudah menyimpan semua bukti atas hal ini, dan tentunya “Gerakan Mola” ini harus PASTI Indonesia sikapi dengan menyurati Ka KWARNAS Gerakan Pramuka, karena akan sangat berbahaya sekali, jika gerakan Pramuka yang seharusnya Steril dari Gerakan Poltik, dan murni untuk pembinaan karakter anak-anak di Papua Barat diimanfaatkan sebagai “Kendaraan Poltik” untuk Bargaining Power agenda Pilkada. (Admin)