PASTI Indonesia : Antara Kebenaran Publik dan Represi Hukum

by -235 Views

Menimbang Penetapan Tersangka terhadap Tifa, Roy Suryo, dan Rismon dalam Kasus Ijazah Presiden

Di tengah iklim demokrasi yang semakin terpolarisasi, penetapan tersangka terhadap dr. Tifa, Roy Suryo, dan Rismon Sianipar dalam perkara dugaan penyebaran informasi palsu terkait ijazah Mantan Presiden Joko Widodo bukan sekadar soal hukum pidana. Ia adalah cermin dari ketegangan mendasar antara hak warga negara untuk bertanya dan kecenderungan negara untuk membungkam.

Pertanyaan tentang keabsahan ijazah seorang Mantan Presiden bukanlah hal remeh. Ia menyangkut legitimasi formal seorang pemimpin, integritas institusi pendidikan, dan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi. Ketika warga negara menyuarakan keraguan, bahkan jika keliru, respons negara seharusnya bukan pemidanaan, melainkan klarifikasi terbuka dan verifikasi institusional.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Aparat penegak hukum menetapkan para pengkritik sebagai tersangka, menggunakan pasal-pasal pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong. Di sinilah letak persoalan mendalam: hukum dijadikan alat pembungkam, bukan pelindung transparansi.

Dalam semangat Hari Pahlawan, PASTI Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam atas penetapan tersangka terhadap dr. Tifa, Roy Suryo, dan Rismon Sianipar dalam perkara dugaan penyebaran informasi palsu terkait ijazah Mantan Presiden Republik Indonesia. Kami menilai bahwa Penetapan ini mencerminkan bukan hanya pendekatan hukum yang sempit, tetapi juga kegagalan negara dalam menjamin ruang aman bagi warga untuk bertanya dan mengawasi kekuasaan.

Yang dituntut oleh para tersangka bukanlah hal yang merusak negara, melainkan permintaan sederhana dan sah: agar mantan Presiden Joko Widodo berani menunjukkan ijazah aslinya secara terbuka dan terverifikasi. Tuntutan ini lahir dari keresahan publik dan semangat kontrol demokratis, bukan dari niat jahat atau provokasi.

Kajian Hukum dan Konstitusional

1. Kritik terhadap pejabat publik adalah hak konstitusional, bukan kejahatan. Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat. Pertanyaan publik tentang keabsahan ijazah Mantan Presiden adalah bentuk kontrol demokratis yang sah.

2. Penegakan hukum harus proporsional dan adil. Penggunaan pasal-pasal pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong terhadap ekspresi sipil menunjukkan penyalahgunaan hukum untuk membungkam kritik. Ini bertentangan dengan prinsip due process dan asas ultimum remedium dalam hukum pidana.

3. Negara wajib menjawab dengan transparansi, bukan represi. Jika ijazah Mantan Presiden sah, maka klarifikasi terbuka akan memperkuat legitimasi. Jika ada kekeliruan, maka koreksi akan memperkuat kepercayaan publik. Namun jika pertanyaan dijawab dengan pemidanaan, maka negara sedang melukai akarnya sendiri.

Sorotan terhadap POLRI: Reformasi yang Mandek

Penetapan tersangka terhadap para pengkritik membuka kembali wacana lama: reformasi POLRI. Sejak era Reformasi 1998, tuntutan terhadap profesionalisme dan akuntabilitas kepolisian terus bergema. Namun kasus demi kasus menunjukkan bahwa POLRI masih rentan terhadap intervensi politik dan belum sepenuhnya berpihak pada hak asasi warga.

Reformasi POLRI harus mencakup perubahan paradigma: dari alat kekuasaan menjadi pelayan keadilan. Kami menyerukan:

  • Evaluasi menyeluruh terhadap prosedur penyidikan kasus-kasus ekspresi publik
  • Penguatan mekanisme pengawasan eksternal terhadap POLRI
  • Revisi regulasi yang membuka ruang kriminalisasi terhadap kritik warga

Seruan PASTI Indonesia

Dalam semangat Hari Pahlawan, kami menyatakan bahwa:

  1. Penetapan tersangka terhadap dr. Tifa, Roy Suryo, dan Rismon harus ditinjau ulang secara hukum dan etika.
  2. Mantan Presiden wajib menunjukkan ijazah aslinya kepada publik, dan institusi pendidikan terkait wajib memberikan klarifikasi serta verifikasi secara terbuka.
  3. Reformasi POLRI harus menjadi agenda nasional yang melibatkan masyarakat sipil secara aktif.
  4. Kami menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap kritik dan ekspresi warga negara.
  5. Kami mengajak seluruh elemen bangsa untuk membela hak atas informasi, kebebasan berekspresi, dan keberanian sipil.

Para pahlawan bangsa tidak berjuang agar rakyat dibungkam ketika bertanya. Mereka berjuang agar kebenaran bisa ditegakkan tanpa rasa takut. Hari ini, kita tidak sedang memperingati keberanian masa lalu, tetapi sedang diuji: apakah kita masih mewarisi keberanian itu?

PASTI Indonesia berdiri bersama mereka yang bertanya, bukan mereka yang membungkam. Karena demokrasi tidak tumbuh dari ancaman, tetapi dari keberanian untuk membuka diri.

Salam Keadilan dan Partisipasi – PASTI Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.