1 Desember: Momentum Refleksi, Dialog, dan Keadilan untuk Papua

by -468 Views

Hari ini, 1 Desember, Perhimpunan PASTI Indonesia menegaskan bahwa peringatan Dirgahayu Papua Barat bukan semata identik dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sejarah mencatat, di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), masyarakat Papua memperingati tanggal ini dengan khidmat sebagai ekspresi budaya dan identitas. Momentum ini seharusnya dipandang sebagai ruang refleksi dan dialog, bukan stigma.

Kegagalan Otsus dan Eksploitasi Alam

Otonomi Khusus (Otsus) yang digadang sebagai solusi bagi Papua terbukti gagal menjawab kebutuhan rakyat. Dana besar tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat, sementara eksploitasi sumber daya alam terus berlangsung. Hutan digunduli, tambang dikeruk, dan tanah adat dialihfungsikan tanpa persetujuan masyarakat adat.

Pelanggaran HAM dan Tanah Adat

Papua masih menjadi ruang luka dengan pelanggaran HAM yang berulang: penangkapan sewenang-wenang, pembatasan kebebasan berekspresi, hingga kekerasan aparat. Tanah adat yang menjadi sumber kehidupan masyarakat juga dirampas untuk kepentingan perkebunan sawit dan proyek ekstraktif, melanggar prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC).

Krisis Ekologi dan Ancaman Bencana

Pembabatan hutan Papua untuk sawit bukan hanya merusak ekosistem, tetapi juga memperbesar risiko bencana ekologis. Badai siklon tropis yang melanda Sumatera Utara dan Aceh baru-baru ini menjadi alarm keras: tanpa hutan sebagai penyangga, banjir dan longsor menjadi tak terhindarkan. Papua menghadapi ancaman serupa jika eksploitasi hutan terus dibiarkan.

1 Desember dan Bintang Kejora

Bukan sekadar simbol, tapi seruan kemanusiaan.

“Bintang Kejora bukan ancaman, ia adalah harapan. Harapan agar manusia Papua diperlakukan setara, agar tanah adat tak lagi dirampas, agar suara yang berbeda tak lagi dibungkam.”

“Kami percaya, semesta ingin OPM dan Pemerintah Pusat duduk dalam satu meja. Bukan untuk saling menyalahkan, tapi untuk saling mendengar. Karena martabat manusia tak tumbuh dari bentakan, melainkan dari keberanian untuk berdialog.”

1 Desember adalah panggilan untuk damai. Untuk keadilan yang tak ditunda. Untuk Papua yang dihormati, bukan hanya dieksploitasi. Lex Wu, Direktur PASTI Indonesia

Seruan Perhimpunan PASTI Indonesia

  1. Hentikan stigma 1 Desember sebagai ancaman, dan akui sebagai momentum refleksi masyarakat Papua.
  2. Evaluasi menyeluruh Otsus Papua dengan melibatkan masyarakat adat sebagai subjek utama.
  3. Hentikan pelanggaran HAM dan lindungi kebebasan berekspresi masyarakat Papua.
  4. Lindungi tanah adat dan hutan Papua dari ekspansi sawit dan proyek ekstraktif.
  5. Bangun ruang dialog jujur dan bermartabat antara Pemerintah Pusat dan OPM demi masa depan yang adil.

Dirgahayu Papua Barat adalah panggilan moral bagi bangsa Indonesia. Negara harus berhenti mengeksploitasi alam Papua sembari mengesampingkan penduduk aslinya. Keadilan, penghormatan HAM, perlindungan tanah adat, dan ruang dialog adalah fondasi yang tak bisa ditawar.

Perhimpunan PASTI Indonesia menyerukan solidaritas seluruh rakyat Indonesia untuk berdiri bersama Papua: demi martabat manusia, demi hutan yang lestari, dan demi masa depan yang damai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.